Dugaan Pelecehan di SDN Semarang: Guru Ngaji Dipecat, Polisi Selidiki

    Dugaan Pelecehan di SDN Semarang: Guru Ngaji Dipecat, Polisi Selidiki
    Foto Animasi: Seorang anak Korban pelecehan.

    Kabupaten Semarang - Sebuah noda kelam kembali mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Semarang. Dugaan kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan seorang pengajar ekstrakurikuler mengaji di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) setempat, kini tengah bergulir dan menyita perhatian publik. Pelaku, yang diidentifikasi dengan inisial AN, diduga telah melakukan tindakan tidak pantas kepada murid-muridnya, membangkitkan keprihatinan mendalam terhadap keamanan anak-anak di lingkungan sekolah.

    Kasus yang diduga terjadi sekitar dua bulan lalu ini baru terkuak ke permukaan dalam sepekan terakhir, setelah aparat penegak hukum bersama instansi terkait mulai melakukan penanganan. Laporan awal menyebutkan, setidaknya delapan murid menjadi korban dalam peristiwa ini. Mengingat seluruh korban masih berusia di bawah umur, proses penanganan kasus dilakukan secara tertutup demi menjaga kerahasiaan dan psikologis anak, sesuai dengan amanat undang-undang perlindungan anak.

    Saat dikonfirmasi pada Senin (15/12/2025), pihak sekolah membenarkan adanya dugaan kasus tersebut. Sang Kepala Sekolah mengakui bahwa peristiwa ini sempat dimediasi dan telah tercapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang terlibat.

    “Benar, sempat dilakukan mediasi dan dibuat kesepakatan. Namun isi kesepakatan tidak dapat kami sampaikan ke publik karena menyangkut perlindungan dan masa depan anak, ” ujar SG, Kepala Sekolah.

    Lebih lanjut, sekolah memastikan bahwa AN telah diberhentikan dari posisinya sebagai pembimbing ekstrakurikuler mengaji. Sang pengajar yang baru bertugas di sekolah tersebut selama kurang lebih tiga hingga empat bulan ini tidak lagi mengajar di sana sejak isu ini mencuat.

    “Sejak informasi ini mencuat, yang bersangkutan sudah tidak lagi mengajar di sekolah kami, ” tegasnya.

    Pihak sekolah juga mengonfirmasi bahwa Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Semarang, bersama Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang, telah turun langsung ke sekolah untuk melakukan pendalaman dan klarifikasi awal. Sekolah menyarankan awak media untuk mengarahkan konfirmasi lanjutan kepada pihak kepolisian.

    Sementara itu, Unit PPA Polres Semarang menyatakan bahwa perkara ini telah masuk tahap penanganan, meskipun masih dalam fase awal. Petugas Unit PPA Polres Semarang menyebutkan, pihaknya bersama dinas terkait telah melakukan investigasi di lapangan serta mengambil langkah-langkah antisipasi.

    “Kami bersama dinas terkait sudah turun ke lapangan untuk melakukan klarifikasi dan langkah-langkah antisipasi, ” ujar Iptu HD. petugas Unit PPA Polres Semarang.

    Mengenai potensi penyelesaian perkara, kepolisian menekankan bahwa penerapan Restorative Justice dalam kasus yang melibatkan anak sebagai korban memiliki syarat yang sangat ketat. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, proses hukum pidana akan tetap dilanjutkan.

    Di sisi lain, salah satu orang tua korban yang memilih untuk merahasiakan identitasnya, mengungkapkan kekecewaan dan ketidaksetujuan keluarga terhadap kejadian tersebut. Ia menyatakan keinginan keluarga untuk menempuh jalur hukum.

    “Kami ingin pelaku diadili dan melaporkan secara resmi ke pihak berwajib. Namun keluarga korban terhalang adanya surat perjanjian yang menyatakan tidak boleh meneruskan perkara dan tidak membuka informasi ke luar, ” ungkapnya.

    Kasus ini merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76E dan Pasal 82 ayat (1), yang secara tegas melarang perbuatan cabul terhadap anak dengan ancaman pidana penjara antara 5 hingga 15 tahun serta denda maksimal Rp5 miliar. Pasal 54 UU Perlindungan Anak juga menggarisbawahi kewajiban negara dalam melindungi anak dari kekerasan dan kejahatan seksual di lingkungan pendidikan.

    Aparat kepolisian menegaskan bahwa identitas para korban akan dilindungi sepenuhnya. Masyarakat pun diimbau untuk tidak berspekulasi atau menyebarkan informasi yang dapat memperburuk kondisi psikologis anak-anak yang diduga menjadi korban.

    Peristiwa ini menjadi pengingat serius akan pentingnya pengawasan yang lebih ketat di lingkungan pendidikan, sekaligus menegaskan kembali bahwa keselamatan dan perlindungan anak harus selalu menjadi prioritas utama bagi seluruh elemen masyarakat. (Aktivis)

    perlindungananak stopkekerasanseksual kabupatensemarang sdn unitppapolressemarang sekolahaman
    Agung widodo

    Agung widodo

    Artikel Sebelumnya

    Penganiayaan Pasca-Pesta Miras di Semarang:...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Polri Terus Kirimkan Pasukan serta Logistik ke Wilayah Terdampak Bencana di Sumatera, Sinergi Kemanusiaan Bersama PT Pelni
    Teken PKS dan MoU, Kapolri Tegaskan Sinergi Polri–Kejaksaan Terapkan KUHP–KUHAP Baru
    Mayjen Purn Untung Budiharto Pimpin Antam, Gantikan Achmad Ardianto
    Polri Hadir dan Sigap, Polres Jembrana Bersama Stakeholder Laksanakan Kerja Bhakti di Dam Kaliakah
    Polri Hadir di Tengah Hujan Lebat dan Banjir, Situasi Wilayah Jembrana Terkendali

    Ikuti Kami